KENAPA BANYAK ORANG TAKUT BELI PROPERTY?

 


(Realita Finansial & Psikologis yang Jarang Dibicarakan)

Semua orang tahu fakta dasar ini:

  • tanah tidak bertambah,
  • lokasi strategis selalu berubah,
  • biaya bangunan tidak pernah turun.

Tapi anehnya, minat beli property di Indonesia justru rendah.
Industri ini akhirnya dikuasai pemain besar: Lippo, Sumarecon, Agung Sedayu, Podomoro—developer yang punya bank tanah luas dan modal kuat untuk bertahan saat ekonomi lesu.

Developer kecil?
Sebagian besar tidak sanggup bersaing. Mereka hanya buat cluster kecil, tanpa kesinambungan jangka panjang. Begitu unit tidak laku, cashflow seret, proyek mangkrak, disita bank, konsumen kejar-kejaran.

Namun masalah utama sektor ini bukan cuma developer dan bank.
Masalah terbesar justru ada pada mental dan kebiasaan konsumennya sendiri.

Berikut alasan-alasan nyata kenapa banyak orang takut membeli property:


1. Takut Komitmen Jangka Panjang

Mendengar tenor 15–20 tahun, banyak orang langsung panik:

  • “Kalau di-PHK gimana?”
  • “Kalau usaha jatuh gimana?”
  • “Kalau cerai atau sakit gimana?”

Padahal cicilan rumah lebih fleksibel dari yang orang kira:
bisa dinego, direstruktur, diperpanjang, ditunda, bahkan disiasati lewat manajemen cashflow (SP1–SP3).

Contoh nyata:
Guru TK ambil rumah subsidi cicilan 1 juta.
10 tahun kemudian rumahnya jadi 400 juta.
Kalau dia dulu cuma ngontrak karena takut, hari ini dia nol besar.


2. Terlalu Percaya Likuiditas (Saham & Crypto)

Banyak anak muda punya prinsip:

“Uang gue harus cair, jangan kejebak di tembok.”

Masalahnya, seluruh dana justru masuk saham dan crypto.
Begitu market jatuh, mental jatuh.
Saat mereka baru stabil, harga property sudah naik duluan.

Ironinya?
Orang kaya selalu beli property dulu, baru instrumen lain.
Tanah itu finite — tidak pernah diciptakan lagi.


3. Ketakutan yang Salah tentang Cicilan

Mayoritas orang yang takut gagal bayar:

  • belum pernah simulasi cicilan,
  • belum bicara ke bank,
  • tidak tahu restruktur itu legal & umum,
  • tidak paham bahwa cicilan bisa diperkecil,
  • mengira KPR itu kaku seperti pinjaman rentenir.

Padahal pola bayar kreatif + niat baik = aman.
Banyak orang bayar 50–70% dulu, dirapikan menjelang tenor akhir.

Ini bukan manipulasi.
Ini manajemen cashflow.


4. Merasa Ribet Punya Rumah

Yang mereka sebut ribet:
bayar PBB, maintenance sedikit, listrik-air.

Padahal ngontrak jauh lebih ribet:
tiap tahun pindah, harga naik, dan tidak meninggalkan jejak aset, walaupun ada juga pemilik kontrakan yang baik, tidak pernah menaikkan harga kontrakan,karena  yang penting unit nya selalu terisi,bahkan bila ada renovasi,tidak dibebankan biaya tambahan. Namun yang menaikkan harga kontrakan lebih banyak lagi, karena mengandalkan hidup dari hasil kontrakan.


5. Takut Anak Berebut Warisan

Mindset keliru, tapi umum.
Solusinya ada:

  • hibah,
  • pecah SHM,
  • pembagian unit sejak awal,
  • surat wasiat.
Dalam  sebuah realita yang terjadi biasanya,bila orang tua punya anak, bila ada rejeki yang di tambah adalah jumlah kamar sesuai dengan jumlah anak yang di miliki, bukan jumlah rumahnya.

Dan yang bikin anak berantem justru ketika tidak ada aset sama sekali. 


6. Suka Ngontrak Tapi Tidak Menabung

Ini paling “nyesek”.

Banyak orang bilang:

“Ngontrak lebih fleksibel.”

Tapi tiap tahun:

  • harga kontrakan naik,
  • uang keluar tanpa bekas,
  • tidak ada nilai tambah.

10 tahun kemudian, mereka sadar: sudah keluar ratusan juta, dan harga rumah makin tak terjangkau.

Ngontrak itu seperti treadmill.
Capek, tapi tidak maju.


7. Minim Pengetahuan Tentang Property

Banyak orang tidak tahu bahwa:

  • DP bisa nego,
  • cicilan bisa diperkecil,
  • tenor bisa diperpanjang,
  • rumah bisa disewakan untuk bantu bayar cicilan,
  • bank jauh lebih fleksibel daripada image-nya.

Karena tidak tahu, property terlihat menakutkan.
Sama seperti orang takut naik motor padahal belum pernah naik.


8. Trauma Masa Kecil

Banyak orang tumbuh dalam keluarga yang:

  • sering telat bayar KPR,
  • dikejar debt collector,
  • sering ribut soal uang.

Trauma ini terbawa sampai dewasa, membuat mereka alergi terhadap komitmen finansial jangka panjang - meskipun ketika kondisinya sekarang jauh lebih stabil.


9. Mindset Mau Langsung Sempurna

Mereka mau:

  • rumah besar,
  • cluster mewah,
  • dua lantai minimal,
  • lokasi premium.

Padahal kalau mulai dari kecil → naik kelas pelan-pelan, dalam 10–15 tahun portofolionya bisa besar.


10. Tidak Paham bahwa Harga Property Jarang Turun

Banyak menunggu “harga akan turun”.
Padahal:

  • inflasi naik,
  • material naik,
  • tanah makin langka,
  • developer menaikkan harga berkala.

Yang mereka tunggu tidak pernah datang.
Yang datang: penyesalan.


11. Males Pindahan & Administrasi

Lucu tapi real.
Bukan takut cicilan, tapi takut ribet.

Padahal pindah itu effort sesaat.
Manfaatnya jangka panjang.


12. Terjebak Lifestyle

Handphone, nongkrong, liburan, gadget…
Tiahun demi tahun, anggaran DP rumah kepotong lifestyle.

Akhirnya property tertunda 5–10 tahun tanpa sadar.


13. Merasa Tidak Akan Tinggal Lama

Generasi muda sekarang sering berpikir:

“Gue kan bakal pindah-pindah kerja. Ngapain punya rumah?”

Mereka pindah kost sesuai lokasi kantor.
Mindset ini bikin mereka tidak pernah memulai kepemilikan property.

Padahal rumah/apartemen itu bukan hanya harus ditinggali.
Bisa disewakan, dijual, atau dijadikan aset jangka panjang.


Kesimpulan: Masalahnya Bukan Uang — Tapi Mental & Pengetahuan

Orang yang benar-benar miskin justru berani ambil rumah subsidi.
Yang takut beli property biasanya:

  • kurang ilmu,
  • trauma masa lalu,
  • terlalu percaya likuiditas,
  • takut komitmen panjang,
  • hidup terjebak lifestyle.

Contoh sudah banyak:

  • yang nekat beli 10 tahun lalu kini hidup lebih aman;
  • yang nunggu momen ideal makin jauh tertinggal;
  • yang takut cicilan habiskan uang di kontrakan;
  • yang all-in saham kehilangan momentum property;
  • yang berani mulai kecil sekarang panen aset.

Dan satu hal yang banyak dilupakan:

Property bukan uang mati.
Property itu aset likuid: bisa disewakan, dijual, diagunkan, bahkan refinancing.
Nilai tanah bisa naik lebih cepat daripada kemampuan menabung seseorang.

Kalau lo tunda hari ini, lo bayar lebih mahal besok.

 


Postingan populer dari blog ini

INTERNET Menghapus Kendala Dalam Berusaha

Small is the New Big

Masa Depan Indonesia: Antara Kesempatan dan Tantangan